Tulisan Guru
INOVASI PEMBELAJARAN SASTRA
RETNO WINARNI,S.S.
Pengalaman adalah guru yang paling baik. Kata-kata bijak tersebut terasa sangat tepat bagi saya pribadi . Pengalaman menggeluti puisi dengan sering menjadi wakil sekolah mengikuti berbagai komba baca puisi maupun pengalaman menjadi anggota sebuah kelompok teater di kota kelahiran saya ternyata menjadi modal yang sangat berharga ketika saya menjadi guru bahasa dan sastra Indonesia. Penguasaan teknik membaca puisi dan akting yang baik berguna untuk menunjukkan siswa tentang praktek pembacaan puisi dan bermain drama di kelas. Sejak duduk di bangku sekolah menengah saya sangat mengidolakan W.S. Rendra. Salah satu puisi yang sangat menginspirasi saya adalah puisi Balada Terbunuhnya Atmo Karpo.Saya sangat setuju dengan pendapat para kritikus sastra yang menyebut puisi tersebut adalah salah satu puisi terbaik yang pernah ada di Indonesia. Ketika menjadi Guru pun puisi ini masih menjadi puisi idola . Sebagai guru pembimbing ekstrakurikuler teater di sekolah saya bertanggung jawab mengembangkan minat siswa terhadap dunia teater. Praktek di lapangan tidak selalu mudah untuk dilaksanakan. Meskipun “mantan: pemain teater ternyata tidaklah mudah menjadi pembimbing dan menjadi sutradara bagi siswa . Dalam benak siswa sudah tertanam pemikiran bahwa mengikuti ektra teater identik dengan pementasan. Manakala kesempatan untuk pentas tidak kunjung hadir semangat siswa untuk berlatih seringkali menjadi turun. Untuk mengatasi hal tersebut saya menawarkan kepada siswa anggota ektra teater untuk membuat proyek produksi film remaja. Kebetulan pada saat yang bersamaan siswa di kelas yang saya ajar sedang membentuk kelompok untuk pementasan teater di kelas. Dengan kamera milik sekolah pementasan setiap kelompok saya abadikan . Hasil rekaman pementasan tersebut kemudian di tonton secara bersama-sama sekaligus diulas. Ternyata siswa sangat antusias mengikuti setiap tahap kegiatan kompetensi dasar bermain drama mulai dari membentuk kelompok, menyusun naskah drama , menentukan pemain , berlatih dan akhirnya mementaskan naskah drama karya mereka.Hasil rekaman pementasan drama tersebut secara kualitas barangkali memang tidak terlalu bagus tetapi antusiasme siswa mengikuti proses lah yang sangat penting dan saya merasakan kepuasan tersendiri. Belajar dari pementasan di kelas saya menantang anggota teater untuk membuat film yang harus lebih baik.
Ide cerita film adalah adaptasi puisi Balada Terbunuhnya Atmo Karpo karya W.S. Rendra. Selama ini sering kita temukan musikalisasi puisi penyair-penyair terkenal seperti puisi Taufik Ismail maupun Sapardi Djoko Damono. Film ini bisa dikatakan adalah dramatisasi puisi W.S. Rendra. Pembuatan film adaptasi tersebut bukanlah hal yang mudah. Kesulitan demi kesulitan muncul. Kesulitan yang pertama adalah perbedaan persepsi terhadap puisi W.S. Rendra antara saya sebagai guru dan siswa. Perbedaan generasi ternyata memberi dampak terhadap persepsi terhadap karya sastra. Perbedaan yang lain adalah orientasi penonton dan gaya penyampaian cerita film. Sebagai guru bahasa dan sastra sekaligus alumnus fakultas sastra saya merasa punya tanggung jawab memperkenalkan dan mendekatkan karya sastra kepada siswa. Sebagai bagian dari generasi muda siswa memandang film ini sebagai bentuk hiburan yang harus menyenangkan penontonnya. Mengubah paradigma ternyata siswa membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Kesulitan berikutnya adalah terbatasnya pengetahuan saya terhadap teknik pembuatan film. Beruntung kendala ini teratasi dengan bekerja sama dengan seorang teman yang sedang belajar di jurusan perfilman. Jadwal latihan dan kekurangseriusan siswa mengikuti latihan termasuk kendala pembuatan film ini.
Seperti halnya teater yang merupakan kumpulan dari berbagai aspek seperti tata panggung, kostum, tata suara, tata lampu dan sebagainya, maka film juga merupakan gabungan berbagai aspek yang saling berkaitan. Tata suara memegang peranan yang penting untuk menghasilkan film yang baik. Beruntunglah siswa yang bergabung dalam tim pembuatan film ini adalah anak-anak yang multitalenta. Mereka mampu menghasilkan lagu dan musik untuk mendukung film ini. Lebih beruntunglagi kami tidak perlu pusing memutar otak mencari sumber dana pembuatan ini. Meskipun hanya sekolah kecil di pinggiran Kepala sekolah kami adalah seseorang yang moderat dan berpikiran terbuka.
Film Balada Terbunuhnya Atmo Karpo kami persiapkan sebagai ajang promosi bagi siswa baru . Dengan film ini teater sekolah mempunyai modal untuk dijual dalam rekuitmen anggota teater baru. Pasti akan lebih mudah dan lebih “menjual “ ketika kelompok teater mempunyai “sesuatu” untuk dipamerkan kepada siswa baru. Apa pun hasil dan penilaian terhadap lahirnya film Balada Terbunuhnya Atmo Karpo yang pasti rasa bangga adalah kata yang tepat mewakili selesainya keseluruhan proses pembuatan film tersebut. Di masa yang akan datang ketika pembelajaran tentang kompetensi dasar bermain drama, sudah tidak perlu lagi memutar video pertunjukkan drama dari kelompok teater lain karena kami telah mampu memroduksinya sendiri. Film ini memasukkan dua genre sastra yaitu puisi dan drama. Pasti akan lebih membumi bila siswa melihat hasil karya teman-teman mereka sendiri. Yang lebih pasti siswa menjadi dekat dengan karya sastra yang ujungnya semoga mereka menjadi mencintai karya sastra.
Oleh Retno Winarni.
· Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Horison edisi September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar